Gubernur Ali Mazi Perintahkan Pembayaran Insentif Nakes Dipercepat

Kendari, OborSejahtera.com – Insentif tenaga kesehatan di Sulawesi Tenggara dan delapan kota lainnya, terlambat dibayarkan karena dokumen keuangan yang terlambat diproses. Keterlambatan tersebut karena berubahnya alur kebijakan pembayaran, yang tadinya oleh Pemerintah Pusat dialihkan kepada Pemda dengan tengat waktu kurang dari sebulan untuk membereskan seluruh dokumen pembayaran dan perbankan.
Instruksi Menteri Dalam Nageri yang mendadak dikeluarkan tersebut membuat Pemda harus berkejaran waktu membenahi administrasinya. Di sisi lain Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 sampai Level 1 yang keburu diberlakukan.
Atas intruksi Gubernur Sultra H. Ali Mazi, SH., agar mempercepat urusan dokumen sehingga insentif tenaga kesehatan dapat dibayarkan, maka pembayaran dapat dipercepat dari waktu semestinya.
Gubernur Sulawesi Tenggara H. Ali Mazi, SH menegaskan agar mempercepat masalah dokumen sehingga insentif tenaga kesehatan segera pula bisa dibayarkan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 Tahun 2021, insentif tenaga kesehatan dibayarkan Pemerintah Daerah menggunakan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Dua pos dana ini adalah anggaran yang dialihkan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulawesi Tenggara, Hj. Usnia menjelaskan bahwa keterlambatan tersebut tidak disengaja melainkan murni faktor adminisratif.
“Harus diakui insentif puluhan tenaga kesehatan di RS. Bahteramas baru akan dialihkan Pemerintah Pusat berkat kerja maraton semua pihak yang terlibat. Dana puluhan milyar dari APBD memerlukan bukti administratif yang tidak sedikit, tidak instan, dan baru bisa dicairkan apabila semua persyaratan adminisratifnya terpenuhi,” ujar Hj.Usnia dikutip dari sgj10.com.

Kendala itulah yang dipersyaratkan negara sehingga pencairanya butuh waktu berbulan-bulan.
“Sekitar 60 nakes belum menerima insentif. Ini karena ada perubahan beban keuangan yang tidak sempat dibayarkan oleh Kementerian Kesehatan, sehingga menjadi tanggung jawab Pemprov Sultra. Itupun baru diinformasikan kepada kami pada bulan Juni. Jadi kami tidak bisa serta merta langsung mencairkan. Sebab semua anggaran sudah ada pos penggunaannya,” tambahnya.
Berdasarkan perintah Gubernur Ali Mazi agar pembayaran dipercepat, maka insentif tersebut segera dibayarkan begitu dokumen dan tanggung jawab pendanaan dari Pemerintah Pusat sudah berhasil dialihkan ke kas Pemerintah Daerah.
Hj. Usnia menegaskan pihaknya sedang memproses pembayaran insentif. Bagaimana pun secara dokumen tidak boleh ada yang keliru sehingga tidak akan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Hj. Usnia memastikan Pemprov Sultra tak akan membiarkan insentif para tenaga kesehatan tidak terbayarkan.
Pemprov. Sultra sangat peduli terhadap kondisi para tenaga kesehatan. Dicontohkan, bahwa insentif tenaga kesehatan yang bertugas di eks SMA Angkasa sudah dituntaskan.
“Begitu Perda-nya keluar, kita langsung bayarkan insentif mereka selama lima bulan,” ucapnya.
Senada dengan keterangan tersebut, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sultra, Drs. Basiran, M.Si., mengatakan bahwa keterlambatan pembayaran insentif tenaga kesehatan RS. Bahteramas karena adanya perubahan aturan beban keuangan.
Sebelumnya insentif tenaga kesehatan ditanggung APBN, kini menjadi beban Pemprov Sultra melalui APBD. Pada sisi lain, Pemprov Sultra tidak menganggarkan pengeluaran tersebut di APBD 2021. Sebab, APBD 2021 lebih dulu ditetapkan, sebelum kebijakan perubahan aturan beban keuangan dialihkan dari pemerintah pusat pada Juni 2021 lalu.
“Sesungguhnya, insentif tenaga kesehatan tidak masuk dalam APBD 2021, karena pembiayaannya masih ada dalam APBN. Jika tèlah ada dalam APBD, maka para SKPD bisa mencairkan. Ini masalahnya, anggaran insentif tenaga kesehatan tidak ada dalam APBD 2021. Jadi tidak bisa asal dicairkan, karena harus jelas semua regulasinya,” ujar Basiran, beberapa waktu lalu.
Kondisi ini terjadi pada seluruh Pemda di Indonesia, karena adanya perubahan kebijakan dari Pemerintah Pusat tersebut.
Harus diakui penundaan pembayaran dikarenakan ketidakmampuan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan menyelesaikan kewajibannya, sehingga lanjutan pembayaran dialihkan ke daerah.(*ema)