PENDIDIKAN

Perjuangan Guru Honorer Yang Mengarungi Lautan Demi Mencerdaskan Anak Bangsa


Muna, OborSejahtera.com – Kesejahteraan profesi guru honorer di berbagai wilayah pelosok Indonesia sangat memprihatinkan.
Mereka menerima upah jauh dari kata layak. Pemerintah-pun mencoba mengangkat derajat mereka lewat Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), namun hal itu tidak menjamin bagi guru honorer apalagi yang sudah berkeluarga dan usia lanjut.

Dua sosok guru honorer yang biasa disapa pak Midung dan pak Wawan, berasal dari salah satu pulau kecil di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Renda. Selama 6 tahun ini mereka sangat berjasa dalam mengembangkan kecerdasan anak bangsa di pulau terpencil.

Kedua orang guru honorer ini selalu menyempatkan diri untuk hadir di sekolah tempat mereka mengajar di Sekolah Menengah Swasta (SMAS) Tampo Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna, meski harus melewati lautan dan berhadapan dengan ombak yang menjulang tinggi yang terkadang hampir menenggalamkan perahu yang mereka tumpangi. Hujan yang disertai angin kencang tak pelak datang menghantam dan membasahi seluruh tubuh mereka.

Mereka hanya berharap gaji Rp.10 ribu/jam, itupun cair setiap tiga bulan setelah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dicairkan oleh pemerintah kepada pihak sekolah. Dana BOS sendiri adalah bantuan pendidikan berbentuk dana yang diberikan kepada sekolah dan madrasah untuk kepentingan non personalia.

Honor yang mereka terima kadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka sehari-hari, karena kadang mereka hanya mendapatkan gaji Rp.300 ribu/bulan karena jam mengajar mereka sangat kurang.

Namun, gaji yang tidak seberapa itu, tidak lantas menyurutkan niat tulus mereka untuk mentransfer ilmu yang mereka miliki kepada generasi penerus bangsa. Di pulau terpencil, yang hanya diterangi sinar tenaga surya hasil buatan mereka sendiri, disana mereka merajut asa agar terus berusaha untuk menjadi teladan bagi generasi penerus bangsa.

“Pulau terpencil inilah kelak yang akan menjadi saksi perjuangan kami. Disini kami terus berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa,” kata Wawan.

Hari-hari yang mereka lewati tidaklah mudah. Setiap pagi mereka harus bergegas untuk mengantar siswa-siswinya dengan perahu sewaan untuk mencapai sekolah yang terletak di ibukota kecamatan dan harus mengarungi lautan dengan jarak tempuh kurang lebih 10 km dengan menggunakan perahu.

“Jika perahu kami dalam keadaan meti atau air surut maka kami harus menunggu air pasang agar perahu kami bisa terapung. Jika hujan dan angin kencang datang, kami putuskan untuk tidak menyeberang karena kami khawatir keselamatan kami akan terancam,” tambah Wawan.

Ditempat yang sama Midung menambahkan, walaupun gaji kecil dia (Midung) tetap akan terus mengajar karena menilai jasa-jasa guru menjadikan peserta didiknya orang yang cerdas dan sukses merupakan pekerjaan yang mulia.

“Kami berharap semua yang kami lakukan akan dibalas oleh Allah SWT nantinya, dan saya berpesan kepada teman-teman guru honorer lain, mari kita sama-sama berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa. Jangan menyerah, jangan putus asa, yakin dan percaya suatu saat Tuhan akan membalas semua jasa-jasa kita,” ungkap Midung memberi semangat.(Fanusir)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Close