Kuasa Khusus Kopperson: Kegiatan Konstatering Lahan Tapak Kuda Bukan Batal Tapi Tunda Sebab Giat STQH

Kendari, OborSejahtera.com — Ramai di media dengan narasi yang memelintir pernyataan Pengadilan Negeri (PN) Kendari bahwa telah membatalkan konstatering. Menanggapi hal itu, Kuasa Khusus Kopperson, Fianus Arung, meluruskan pemberitaan tersebut dengan tegas.
“Mana ada sih karena massa lalu keputusan pengadilan terkait rangkaian penetapan eksekusi batal. Paling geli lagi ada kalimat di media ‘batal demi hukum’. Ini narasi-narasi media yang menyesatkan. Mana boleh hukum kalah atau negara kalah hanya karena segelintir orang yang merasa benar,” ujarnya sambil tersenyum.
Fianus mengingatkan aparat kepolisian dan seluruh pihak terkait agar tidak segan mengamankan oknum provokator yang menyesatkan warga. Menurutnya, penundaan konstatering dipastikan tidak akan berlangsung lama dan akan segera dijadwalkan ulang usai giat nasional STQH.
Lebih lanjut, Fianus menjelaskan bahwa penundaan tersebut bukan karena adanya tuntutan warga Tapak Kuda, melainkan karena permintaan resmi dari pihak Polres Kendari demi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat selama kegiatan STQH yang menjadi agenda nasional dan berpusat di Kota Kendari.
Permintaan itu tertuang dalam Surat Kapolres Kendari Nomor B/254/X/PAM.3.3/2025, yang secara eksplisit meminta agar kegiatan konstatering ditunda sementara sehubungan dengan fokus pengamanan nasional. Pengadilan merespons surat tersebut dan menyesuaikan jadwalnya.
“Kuasa Khusus Kopperson lagi-lagi menyampaikan bahwa kegiatan konstatering tidak akan pernah batal. Sesuai undang-undang berlaku maka eksekusi tidak bisa ditunda atau diulur-ulur waktu,” tegas Fianus.
Fianus mengacu pada Pasal 195 dan 196 HIR (Herzien Inlandsch Reglement) yang menegaskan bahwa setiap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap wajib dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang, serta Pasal 54 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menekankan bahwa pelaksanaan putusan pengadilan merupakan perintah negara dan tidak dapat dibatalkan kecuali oleh putusan baru yang sah.
“Artinya, tidak ada satu pun pihak yang bisa membatalkan pelaksanaan eksekusi. Penundaan sementara hanya karena pertimbangan keamanan negara. Bukan karena tekanan massa,” tegasnya lagi.
Ia juga meminta aparat agar tidak ragu bertindak terhadap pihak-pihak yang mencoba menghasut atau memprovokasi warga untuk melakukan perlawanan terhadap hukum dan negara.
“Kalau hanya sekadar menyampaikan aspirasi, teriak-teriak, silakan saja. Semua orang punya hak sebagai warga negara. Tapi kalau jadwal konstatering ditetapkan sebagai bagian dari pelaksanaan putusan pengadilan — yang merupakan perintah negara — lalu petugas di lapangan dihalangi, itu beda cerita,” ujarnya.
“Kalau ukuran menggagalkan pelaksanaan putusan pengadilan hanya karena massa, berarti hukum bisa dibeli oleh keramaian. Kami hadir hanya untuk membantu aparat penegak hukum agar proses berjalan lancar,” lanjutnya.
“Kami serahkan semua ke pihak berwajib. Pesan kami hanya satu — jangan segan terhadap provokator yang terlihat jelas menghalangi pelaksanaan perintah negara. Ambil oknum tersebut dan amankan. Kami yang terdiri dari 37 ormas siap bantu aparat mengamankan dan menjaga jalannya proses sesuai kapasitas kami dalam wadah Relawan Keadilan,” ujar Fianus menegaskan.
Sebagai penutup, Fianus menilai ini menjadi pembelajaran hukum bagi masyarakat, terutama agar lebih berhati-hati dalam membeli tanah dan memeriksa status hukumnya secara mendalam.
“Pelajari asal-usul tanah. Jangan menilai Kopperson mafia, tapi cari tahu siapa mafia sebenarnya. Badan hukum kami berdiri sejak 1981 dan SHGU kami terdaftar resmi di instansi terkait. HGU tidak sesederhana itu untuk dicabut, apalagi bukan wewenang BPN maupun Kanwil ATR/BPN. Semua pembuktian dan sanggahan sudah usai di pengadilan — sekarang tinggal pelaksanaan putusan saja,” pungkasnya.(*rn)