FIGUR TOKOH

La Ode Hatali, Peran Penting Dalam Sejarah Sultra yang Nyaris Terlupakan


Setiap kemerdekaan memiliki pahlawannya masing-masing. Begitu pula dengan sejarah berdirinya Kabupaten Muna. Di balik perjuangan panjang itu, ada nama La Ode Hatali, tokoh yang nyaris terlupakan, namun jasanya begitu besar dalam mengawal lahirnya Muna sebagai daerah otonom.

Awal Perjuangan PRIM (1956)

Pada 5 Agustus 1956, organisasi Persatuan Rakyat Indonesia Muna (PRIM) di Makassar membentuk Panitia Pembentukan Kabupaten Muna.

Ketua: La Ode Walanda

Sekretaris: La Ode Hatali

Mereka menandatangani tuntutan resmi kepada Menteri Dalam Negeri dan pejabat terkait lainnya. Dokumen ini menjadi fondasi perjuangan agar Muna lepas dari Kabupaten Buton.

Peran Kunci La Ode Hatali: Sang Juru Tulis Cepat

La Ode Hatali dikenal sebagai juru tulis cepat pada masa itu. Ia menulis, merangkum, dan mendokumentasikan setiap aspirasi masyarakat. Perannya krusial, sebab tanpa catatan tertulis, tuntutan Muna bisa saja hilang dalam ingatan.

Dengan tangannya, sejarah Muna menapakkan jejak pertama menuju pengakuan administratif.

Perjuangan Berlanjut di Raha dan Makassar

2 September 1956, Panitia Dewan Penuntut Kabupaten Muna dibentuk di Raha, dipimpin La Ode Hibi dengan sekretaris La Ode Tuga, dan mendapat restu Raja Muna.

8 Februari 1958, Generasi Muda Muna di Makassar membentuk panitia percepatan. Delegasi dipimpin La Ode Muh. Idrus Efendi yang juga merupakan kerabat La Ode Hatali, langsung menemui Mendagri di Jakarta.

Ket. Foto: Sertifikat SK Penganugerahan Gelar Kehormatan Veteran Pejuang Kemerdekaan RI oleh Menteri Pertahanan RI.(Foto: Istimewa).

Di sini terlihat, La Ode Hatali adalah peletak dasar administratif, sementara generasi berikutnya melanjutkan perjuangan ke level diplomasi politik.

Konteks Sejarah: Sulawesi Belum Terbagi

Ketika La Ode Hatali berjuang, Provinsi Sulawesi masih satu kesatuan dengan ibu kota Makassar.
Tahun 1960, Sulawesi dibagi dua: Sulawesi Utara-Tengah dan Sulawesi Selatan-Tenggara.

Tahun 1964, lahir Provinsi Sulawesi Tenggara melalui UU No. 13 Tahun 1964.

Dengan demikian, perjuangan La Ode Hatali dilakukan ketika Muna masih bagian dari Kabupaten Buton dan belum berdiri sebagai kabupaten sendiri.

Mengapa Muna Ingin Mandiri?

  • Identitas lokal: Masyarakat Muna punya bahasa, budaya, dan sejarah sendiri.
  • Faktor jarak: Pusat pemerintahan Buton di Baubau dianggap terlalu jauh.
  • Semangat kemerdekaan: Sama seperti Indonesia merdeka dari kolonialisme, Muna ingin lepas dari ketergantungan administratif.

La Ode Hatali: Nama yang Patut Diangkat Kembali

Sayangnya, nama La Ode Hatali tidak banyak dicatat dalam buku sejarah populer. Padahal ia adalah:

  • Sekretaris pertama Persatuan Rakyat Indonesia Muna (PRIM) tahun 1956.
  • Penanda tangan dokumen penting perjuangan Muna.
  • Pahlawan pena yang memastikan aspirasi rakyat terdengar.

Amanat Kemerdekaan

Penting untuk mengingat bahwa perjuangan tidak hanya di medan perang, tapi juga di atas kertas. La Ode Hatali adalah bukti nyata, seorang tokoh lokal yang dengan tulisan dan administrasi, ikut membuka jalan bagi lahirnya Kabupaten Muna.

Referensi Sejarah

  • Sejarah Kabupaten Muna – Situs Resmi Pemkab Muna
  • Undang-Undang No. 13 Tahun 1964 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Tenggara
  • Literasi Sejarah Muna di Era 1950-an (Sultra Antara)

Sang Anak Penerus yang Masih Berjuang dengan Mandat dari Sang Ayah

La Ode Hatali, tokoh yang berperan penting sebagai sekretaris dalam lahirnya Kabupaten Muna, mewariskan bukan hanya sejarah, tetapi juga etos perjuangan kepada anak-anaknya. Dari sepuluh putra-putrinya, salah satu yang paling menonjol adalah Abdi Nusa Jaya, seorang wirausahawan yang dikenal ulet dan peduli pada masyarakat kecil.

Abdi Nusa Jaya mewarisi bukan sekadar semangat, tetapi juga tanggung jawab kelembagaan berupa Koperasi Perikanan Perempangan Soananto (KOPPERSON). Koperasi ini dulunya menjadi wadah bagi petani dan nelayan untuk memperkuat ekonomi bersama, sesuai nilai gotong royong yang diperjuangkan ayahnya.

Dalam kiprahnya, Abdi dikenal mendorong pelaku UMKM untuk berani mandiri, membangun sistem usaha yang sederhana namun tertib, dan memperjuangkan akses yang adil bagi para anggota koperasi. Ia sering disebut sebagai sosok yang menjembatani semangat lama perjuangan rakyat kecil dengan tantangan zaman baru.

Namun, kini muncul persoalan, lokasi koperasi yang seharusnya menjadi milik anggota disebut dikuasai oleh pihak luar. Bagi Abdi, ini bukan hanya soal aset, tetapi juga soal marwah perjuangan ayahnya yang selalu berpihak pada rakyat kecil. Bagi Penerus sang ayah, Abdi Nusa Jaya tidak akan berhenti sampai mandat sang ayah terlaksana.

Warisan La Ode Hatali menemukan wujudnya dalam langkah Abdi Nusa Jaya—bahwa perjuangan tidak pernah berhenti di satu generasi. Ia berlanjut, berganti bentuk, tapi tetap berpihak pada yang seharusnya.

Setiap perjuangan ada pahlawannya. Dan La Ode Hatali, dengan pena dan catatannya, tak boleh lagi kita lupakan.

Sumber: UraianNews_Sulawesi Tenggara

Artikel Terkait

Satu Komentar

Tinggalkan Balasan

Close
%d blogger menyukai ini: