Program BSPS Desa Napalakura Menyisakan Banyak Masalah, Diduga Oknum Pengelola Tidak Transparan dan Akuntabel

Muna, OborSejahtera.com – Bantuan Stimulasi Perumahan Swadaya (BSPS) Tahun 2020 atau biasa disebut Bedah Rumah merupakan salah satu program prioritas yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, yang menempati rumah tak layak huni. Masyarakat sangat terbantu dengan program ini, namun tidak halnya dengan sejumlah warga Desa Napalakura Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna. Mereka mengaku program andalan pemerintah tersebut ternyata menyisakan banyak persoalan serius.
Menurut salah seorang warga desa Napalakura, La Aco (bukan nama sebenarnya) mengatakan desa Napalakura mendapat bagian sekitar 40 unit rumah pada gelombang pertama dan kedua. Adapun anggaran bedah rumah untuk setiap unit berkisar Rp15 juta sampai Rp17 juta.
Persoalan muncul dalam hal pengelolaannya. Pasalnya, warga menilai pengelolaan dana bedah rumah tidak transparan dan akuntabel. Salah satu warga desa Napalakura yang enggan ditulis namanya merasa ada yang menyalahgunakan anggaran tersebut.
“Ada beberapa bahan material yang di berikan kepada penerima bantuan dengan harga hampir 2 kali lipat dari harga biasanya. Misalnya, harga batu bata yang ditaksir berharga Rp650.000 per kubik namun penerima mendapat informasi dari salah seorang oknum pengelola kalau batu bata itu dibeli dengan harga Rp1 juta/kubik,” bebernya.
Contoh lainnya, lanjut dia, pada harga pembelian Artco. Penerima diberi informasi harga barang tersebut Rp1 juta per unit, sementara harga dipasaran cuma sekitar Rp500-600 ribu per unit.
“Parahnya lagi, pengelola tidak memperlihatkan ataupun memberikan rincian anggaran belanja bahan bangunan kepada setiap penerima. Meskipun itu telah diminta,” ketusnya.
Demikian halnya dengan warga penerima BSPS lain yang kerap disapa bapaknya Fandi, mengaku tetap berupaya semaksimal mungkin menggunakan bahan yang ada untuk mengganti beberapa bagian rumahnya yang masih perlu diperbaiki.
“Harga material yang ditawarkan pengelola seperti paku, batu bata, dan lain-lain naik hampir 2 kali lipat dari harga pasaran,” jelasnya.
Diapun mencoba untuk meminta uang sisa bedah rumah, namun rupanya tidak bisa dicairkan dalam bentuk uang.
“Malah saya disuruh agar uang sisa diambilkan beras, kopi, dan bahan sembako lain di toko milik oknum pengelola. Herannya, harga dari barang-barang yang dijual kepada para penerima bantuan bedah rumah sangat mencekik, hingga naik berkali-kali lipat. Saya hanya bisa diam dan pergi,” pungkasnya.(FAN)