SIKKATO Legacy HARUM Yang Tak Dilanjutkan SUSI
Oleh : Muh. Endang SA (Mahasiswa Pascasarjana UHO/Penggemar SIKKATO)
Kendari, OborSejahtera.com – Setiap pemimpin selalu meninggalkan legacy atau warisan. Legacy itu bisa yang baik ataupun buruk, bisa berupa benda, bangunan, nilai ataupun program. Legacy itu tentu saja akan dikenang setelah masa kepemimpinan Pemimpin itu berakhir. Karena itulah pemimpin yang baik pasti akan berusaha meninggalkan legacy kepemimpinannya. Pemimpin tanpa legacy sama saja dengan Orang tanpa Nama.
Salah satu legacy yang baik (tentu saja menurut penulis) yang ditinggalkan H. Asrun- Musaddar (HARUM), pemimpin kota Kendari periode 2007-2017 adalah program SIKKATO. Program Pemerintah Kota Kendari ini berisikan program menggalakkan konsumsi pangan lokal. SIKKATO kependekan dari Sinonggi, Kasuami, Kambose dan Kabuto, makanan khas (tradisional) orang Sulawesi Tenggara. Sinonggi terbuat dari sagu, Kasuami dan Kabuto dari ubi/singkong dan Kambose terbuat dari jagung. SIKKATO adalah makanan tradisional Suku Tolaki, Muna, dan Buton.
Program ini mewajibkan hotel-hotel menyiapkan SIKKATO dalam daftar menunya. Acara-acara pemerintah kota Kendari juga diwajibkan menghadirkan SIKKATO, bahkan ada gerakan 1 (satu) hari tanpa nasi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) kota Kendari. Mungkin karena kampanye besar-besaran dari program ini, marak hadir restoran-restoran yang menyajikan makanan SIKKATO. Warung Sinonggi misalnya bisa kita temukan dimana-mana. Sayangnya program ini berhenti dimasa kepemimpinan Sulkarnain-Siska (SUSI), Pemimpin Kota Kendari pelanjut HARUM. Padahal sekali lagi menurut hemat penulis program ini sangat baik dan layak untuk dilanjutkan.
Mengapa Program SIKKATO ini baik dan karenanya layak untuk dilanjutkan?
Pertama : Program SIKKATO memperkenalkan pangan lokal (budaya) masyarakat Suku Asli penghuni Sulawesi Tenggara. Sehingga keberadaan Sinonggi, Kasuami, Kabuto dan Kambose bisa dikenal dan diketahui oleh seluruh masyarakat baik dari Sultra sendiri maupun dari luar Sultra.
Kedua : program SIKKATO mendukung diversifikasi non-beras dengan mengembangkan serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber pangan lokal yang ada selain beras seperti jagung dan umbi-umbian. Upaya diversifikasi pangan non beras ini sebagai upaya memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beranekaragam dan seimbang dalam jumlah dan komposisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi yang dapat mendukung hidup sehat, aktif dan produktif. Ketahanan pangan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan nasional, karena apabila terjadi kekurangan pangan tidak hanya berdampak negatif pada kondisi sosial ekonomi tetapi juga dapat menimbulkan instabilitas politik.
Ketiga : Program SIKKATO akan menimbulkan dampak ekonomi yang baik bagi para pelaku usaha kuliner tradisional. Tentu juga akan berdampaik baik pada petani yang menanam bahan dasar makanan-makanan tradisional tersebut, seperti petani yang menanam ubi, jagung dan sagu.
Keempat : Program SIKKATO akan membangkitkan ghirah atau semangat masyarakat kita untuk kembali mengkonsumsi makanan lokal non-beras. Sebagaimana diketahui akibat peng-agungan terhadap komoditi beras terutama dimasa orde baru, disebagian kecil masyarakat Kita ada rasa minder untuk mengkonsumsi makanan tradisional non-beras. Seolah-olah secara sosiologis makan makanan itu tidak modern, tidak kota, kampungan. Aneksasi SIKKATO bukan saja datang dari beras, tapi dari makanan-makanan import lainnya seperti Pizza, McDonald’s, dan Western food lainnya. Sikap mengagungkan beras ini mengakibatkan kita menjadi importir beras hingga saat ini.
Kelima : Program SIKKATO akan menghindarkan tanaman-tanaman pangan lokal tradisional seperti pohon sagu (Metroxylon sagu) dari kepunahan, seperti kita ketahui akibat kebutuhan akan lahan dengan alasan pembangunan. Setiap tahunnya ratusan ribu hektar lahan pertanian dan kehutanan kita di konversi dari fungsi aslinya. Akibat konversi itu kita saat ini di Sultra sudah jarang menemukan hutan sagu.
Demikianlah beberapa kelebihan program SIKKATO warisan H. Asrun-Musadar (HARUM) ini yang menurut hemat penulis layak untuk diteruskan. Lalu mengapa tidak diteruskan oleh pemimpin Kota Kendari saat ini? Tentu bukan kapasitas penulis untuk menjawabnya. Penulis hanya ingin menyampaikan bahwa selaiknya setiap legacy yang baik dari pemimpin sebelumnya dilanjutkan oleh pemimpin pelanjutnya, demi untuk keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
Tentu saja dengan mengesampingkan sikap dan perbedaan politik masing-masing pemimpin.(12 Januari 2022;ESA)
Editor: Rabiah