Inovasi atau Punah: GLAM di Sultra Harus Segera Adopsi Manajemen Pengetahuan Modern
Oleh: Nur Khaulah Arrizka (Mahasiswi Magister Sains Informasi dan Perpustakaan UNAIR)

Ketika saya mengunjungi sebuah museum di Kendari beberapa waktu lalu, saya terkejut melihat betapa sulitnya mencari informasi tentang koleksi yang dipamerkan. Tidak ada sistem digital yang memadai, katalog masih berbentuk buku tebal yang lusuh, dan staf museum kewalahan menjawab pertanyaan pengunjung yang semakin kompleks. Pemandangan ini mengingatkan saya pada kenyataan pahit yang dihadapi banyak institusi GLAM (Galleries, Libraries, Archives, Museums) di Sulawesi Tenggara: masih terjebak di era analog sementara dunia telah bergerak cepat menuju era digital.”
Realitas Yang Mengkhawatirkan
Kondisi ini bukanlah masalah sepele. Di era ketika informasi dapat diakses dalam hitungan detik melalui smartphone, institusi GLAM di Sulawesi Tenggara masih beroperasi dengan sistem yang sama seperti puluhan tahun lalu. Perpustakaan daerah yang masih menggunakan kartu katalog manual, arsip yang tersimpan dalam lemari besi tanpa sistem digitalisasi, dan museum yang koleksinya sulit diakses karena tidak ada basis data yang terorganisir dengan baik.
Ironisnya, Sulawesi Tenggara memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Dari naskah-naskah kuno Buton hingga koleksi etnografi suku Tolaki, dari arsip sejarah kerajaan-kerajaan lokal hingga karya seni kontemporer yang terus bermunculan. Namun, semua kekayaan ini terancam terlupakan karena tidak dapat diakses dengan mudah oleh generasi muda yang sudah terbiasa dengan teknologi digital.
Mengapa Manajemen Pengetahuan Modern Menjadi Kebutuhan Mendesak
Manajemen pengetahuan modern bukan sekedar tentang digitalisasi koleksi, tetapi tentang transformasi fundamental dalam cara institusi GLAM beroperasi. Bayangkan jika seseorang di Jakarta dapat mengakses manuskrip kuno dari Perpustakaan Buton melalui platform digital, atau peneliti dari luar negeri dapat mempelajari koleksi etnografi Sulawesi Tenggara tanpa harus datang langsung ke museum. Ini bukan mimpi, tetapi kenyataan yang sudah dinikmati oleh banyak institusi GLAM di negara-negara maju.
Sistem manajemen pengetahuan modern memungkinkan pencarian yang cepat dan akurat, preservasi digital yang lebih baik, dan akses yang tidak dibatasi oleh jarak dan waktu. Lebih dari itu, sistem ini dapat menciptakan jejaring pengetahuan yang memungkinkan kolaborasi antar institusi, sharing resources, dan pengembangan program bersama yang lebih efektif.
Saat ini, banyak institusi GLAM di Sulawesi Tenggara kehilangan pengunjung karena tidak dapat memenuhi ekspektasi masyarakat modern. Anak-anak muda lebih tertarik bermain game di smartphone daripada mengunjungi museum yang koleksinya sulit diakses. Mahasiswa lebih memilih mencari referensi di internet daripada datang ke perpustakaan yang sistem katalognya membingungkan. Peneliti lebih nyaman menggunakan database online daripada menghabiskan waktu berjam-jam mencari dokumen di arsip yang tidak terorganisir.
Hambatan Yang Harus Dihadapi
Tentu saja, implementasi manajemen pengetahuan modern tidaklah mudah. Tantangan terbesar adalah resistensi dari staf yang sudah terbiasa dengan sistem lama. Mereka khawatir tidak mampu mengoperasikan teknologi baru, takut kehilangan pekerjaan karena otomatisasi, atau simpelnya tidak mau repot belajar hal baru. Namun, resistensi ini dapat diatasi melalui pendekatan yang tepat: pelatihan yang berkelanjutan, pendampingan intensif, dan pembuktian bahwa teknologi baru akan memudahkan pekerjaan mereka, bukan mempersulit.
Hambatan lain adalah keterbatasan anggaran dan infrastruktur. Memang benar bahwa implementasi sistem digital membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Namun, jika dihitung dengan cermat, biaya operasional jangka panjang sebenarnya akan lebih efisien. Sistem digital mengurangi biaya cetak, storage fisik, dan tenaga kerja manual. Selain itu, sistem yang terintegrasi dapat meningkatkan produktivitas staf dan memperluas jangkauan layanan tanpa menambah biaya operasional secara signifikan.
Momentum Yang Tepat
Saat ini adalah momentum yang tepat untuk transformasi digital institusi GLAM di Sulawesi Tenggara. Pemerintah pusat telah meluncurkan berbagai program digitalisasi kebudayaan dengan dukungan anggaran yang cukup besar. Program-program ini menawarkan bantuan teknis, pelatihan SDM, dan bahkan hibah peralatan untuk institusi yang siap melakukan transformasi digital.
Selain itu, Sulawesi Tenggara memiliki beberapa universitas yang telah mengembangkan program studi teknologi informasi dan ilmu perpustakaan. Kemitraan dengan universitas-universitas ini dapat mengatasi masalah keterbatasan SDM sekaligus memberikan pembelajaran praktis bagi mahasiswa. Kolaborasi semacam ini telah berhasil diterapkan di berbagai daerah dengan hasil yang menggembirakan.
Langkah-Langkah Strategis
Implementasi manajemen pengetahuan modern tidak harus dilakukan sekaligus. Pendekatan bertahap justru lebih realistis dan sustainable. Langkah pertama adalah melakukan assessment terhadap kondisi eksisting setiap institusi untuk mengidentifikasi kesiapan teknis dan organisasional. Institusi yang sudah siap dapat menjadi pilot project yang hasilnya dapat dijadikan pembelajaran bagi institusi lain.
Langkah kedua adalah investasi dalam pengembangan SDM. Pelatihan intensif tentang manajemen pengetahuan digital harus menjadi prioritas utama. Tidak ada sistem yang canggih yang dapat beroperasi optimal tanpa SDM yang kompeten. Pelatihan ini harus berkelanjutan dan disesuaikan dengan perkembangan teknologi terbaru.
Langkah ketiga adalah pembentukan konsorsium GLAM di tingkat provinsi. Konsorsium ini dapat memfasilitasi sharing resources, knowledge transfer, dan pengembangan standar bersama. Dengan berkolaborasi, institusi-institusi yang memiliki keterbatasan sumber daya dapat tetap mengimplementasikan sistem modern melalui sistem sharing yang efisien.
Visi Masa Depan
Bayangkan Sulawesi Tenggara di masa depan dimana setiap institusi GLAM terhubung dalam satu jaringan digital yang terintegrasi. Seorang turis yang berkunjung ke Kendari dapat mengakses informasi lengkap tentang semua koleksi budaya di seluruh provinsi melalui aplikasi mobile. Seorang peneliti dapat mencari referensi di semua perpustakaan dan arsip di Sulawesi Tenggara dari satu platform. Seorang pelajar di daerah terpencil dapat mengakses koleksi digital museum-museum tanpa harus mengeluarkan biaya transportasi yang mahal.
Lebih dari itu, institusi GLAM di Sulawesi Tenggara dapat menjadi bagian dari jaringan global yang memungkinkan pertukaran pengetahuan dan budaya dengan institusi-institusi di seluruh dunia. Koleksi budaya lokal dapat dikenal secara internasional, sementara masyarakat lokal dapat mengakses pengetahuan global dengan mudah.
Pilihan Yang Harus Dibuat
Institusi GLAM di Sulawesi Tenggara berada di persimpangan jalan. Mereka harus memilih: berubah atau punah. Transformasi digital melalui implementasi manajemen pengetahuan modern bukan lagi pilihan, tetapi keharusan untuk bertahan hidup dan tetap relevan di era digital.
Keputusan ini tidak bisa ditunda lagi. Setiap hari yang berlalu tanpa transformasi digital adalah hari dimana institusi GLAM kehilangan relevansi dan kepercayaan masyarakat. Generasi muda yang merupakan masa depan bangsa akan semakin menjauh dari warisan budaya yang seharusnya mereka lestarikan.
Momentum sudah tepat, dukungan pemerintah tersedia, dan teknologi sudah matang. Yang diperlukan sekarang adalah keberanian untuk berubah dan komitmen untuk terus belajar. Institusi GLAM di Sulawesi Tenggara memiliki semua potensi untuk menjadi yang terdepan dalam transformasi digital di Indonesia. Yang dibutuhkan hanyalah keputusan untuk memulai perubahan itu hari ini.
Masa depan tidak menunggu siapa pun. Institusi GLAM di Sulawesi Tenggara harus bergerak cepat atau akan tertinggal selamanya. Pilihan ada di tangan mereka: inovasi atau punah. Dan pilihan itu harus dibuat sekarang juga, karena esok mungkin sudah terlambat.