PB HMI Minta Larangan Ekspor Batu Bara Hanya Berlaku Untuk Para Emiten Yang Tak Penuhi DMO
Muhamad Ikram Pelesa: Kekurangan DMO yang ditimbulkan senilai Rp.31,3 Triliun.
Jakarta, OborSejahtera.com – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) memberikan respon positif terkait diberlakukannya Larangan ekspor batu bara oleh pemerintah. Hal tersebut tertuang dalam Surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Nomor B1605/MB.05/DJB.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum yang diterbitkan pada 31 Desember 2021, berisikan pelarangan penjualan batubara ke luar negeri sejak 1 sampai 31 Januari 2022 berlaku secara umum terhadap seluruh emiten batubara.
Ketua Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba PB HMI, Muhamad Ikram Pelesa menilai pelarangan ekspor batubara yang diterapkan pemerintah merupakah langkah yang tepat dalam rangka menggenjot pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) para emiten batubara, sebab pasokan serta kondisi persediaan batu bara di PLTU dan Independent Power Producer (IPP) PLN dinilai sangatlah rendah. Namun demikian, pelarangan penjualan batubara ke luar negeri diberlakukan khusus kepada para emiten batubara yang tidak memenuhi kuota DMO.
“Kelalaian para emiten batubara tidak memenuhi kuota DMO merupakan penyebab utama rendahnya persediaan dan pasokan batubara untuk ketenagalistrikan dalam negeri. Kami menilai pelarangan ekspor batubara merupakan langkah tepat yang diambil pemerintah. Namun demikian, harapan kami ketegasan ini diberlakukan sebagai sanksi kepada setiap emiten batubara yang tidak memenuhi kuota DMO nya,” ucap Ikram dalam rilis, Senin (3/1/2022).
Ikram mengatakan ketidak patuhan para emiten batubara terhadap pemenuhan kuota DMO dalam negeri telah memberikan dampak yang luar biasa, utamanya dalam hal kerugian negara.
“Selama ini negara mengalami kerugian pada kegiatan pertambangan batubara utamanya pada sektor ketenagalistrikan. Ketika para emiten batubara tidak memenuhi kuota DMO nya maka pemerintah pasti melakukan impor demi memenuhi kebutuhan batubara dalam negeri. Nah, ketika itu terjadi maka ada biaya yang akan dikeluarkan pemerintah untuk menutupi kebutuhan PLN,” pungkasnya.
Ia bahkan menyayangkan realisasi penyerapan DMO batubara dari pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sampai Oktober 2021 hanya sebesar 41,77 juta ton dari kewajiban alokasi DMO sebesar 66,06 juta ton, artinya negara kekurangan pasokan batubara dalam negeri pada sektor ketenagalistrikan sebesar 24,29 Juta ton.
“Para emiten batubara dengan Jenis kontrak PKP2B sampai pada Oktober 2021 kemarin tidak memenuhi pasokan batubara dalam negeri dimana kewajiban volume DMO seharusnya 66 juta MT, namun realisasinya hanya sebesar 41,7 juta MT. Negara mengalami kekurangan pasokan batubara dalam negeri sebesar 24,29 Juta Ton, selisih inilah yang mesti ditanggung oleh negara,” terangnya.
Dari kekurangan pasokan batubara yang dialami pemerintah, pihaknya lalu mencoba menghitung kerugian negara melalui Harga Batu Bara Acuan (HBA) bulan Desember 2021 sebesar US$ 159,79 per ton, untuk menghitung kerugian negara maka harga ekspor batubara pada update terakhir dikurangi harga listrik umum US$70 per ton menjadi US$89,79. Jumlah itu kemudian dikalikan dengan volume kekurangan pasokan sesuai kontrak.
“Harga Batu Bara Acuan (HBA) bulan Desember 2021 sebesar US$ 159,79 per ton. Untuk menghitung kerugian negara maka harga ekspor batubara pada update terakhir dikurangi harga listrik umum US$70 per ton menjadi US$89,79 jika dikonversi dalam kurs rupiah menjadi 14.382 Jumlah ini kemudian dikalikan dengan volume kekurangan pasokan sesuai kontrak sebesar 24.290.000 ton, maka kekurangan DMO yang ditimbulkan senilai Rp.31,3 Triliun, inilah nilai yang dikeluarkan negara untuk menutupi pasokan batubara disektor ketengalistrikan dalam negeri,” bebernya.
Ikram menyampaikan imbas dari kekurangan DMO batubara disektor ketengalistrikan akan berimbas pada naiknya Tarif Dasar Listrik (TDL) akibat biaya produksi PLN yang membengkak karena tidak terpenuhinya target pasokan batubara, sehingga langkah yang sangat efisien yang dilakukan oleh PLN adalah menaikan harga listrik komersil, sehingga pihaknya meminta Pemerintah untuk tetap memberlakukan pelarangan ekspor sebelum para emiten melunasi kekurangan DMO
“Pemerintah harus melihat ini dari hulu kebocoran biaya produksi, harus tegas dalam pelarangan ekspor, mesti melihat apakah emiten tersebut telah memenuhi DMO, karena imbasnya pasti jatuh ke masyarakat. Bagaimana mungkin rakyat dibebankan untuk menutupi kerugian akibat kekurangan pasokan batubara yang dilakukan oleh para emiten, ini seolah negara dan kita diperbodohi oleh para produsen batubara itu. Untuk itu kami minta Pemerintah untuk tetap memberlakukan pelarangan ekspor sebelum para emiten melunasi kekurangan DMO,” tegasnya.
Termasuk dalam menanggapi perpanjangan izin PT. Kaltim Prima Coal (KPC) yang telah berakhir 31 Desember 2021, Ikram meminta pemerintah untuk menolak perpanjangan sebelum membayar denda kekurangan DMO. Ia menguraikan bahwa berdasarkan data PLN emiten batubara tersebut juga tidak memenuhi pasokan batubara dalam negeri disektor ketenagalistrikan, dimana volume DMO yang seharusnya dipenuhi adalah sebesar 14,45 juta ton tetapi yang baru dipenuhi adalah 8,8 juta ton, artinya negara harus menutupi kekurangan pasokan PT. KPC sebesar 5,65 juta ton, jika dikonversikan dengan harga batubara acuan dan Kurs Dolar perhari ini mengakibatkan kerugian sebesar Rp.7,2 Triliun
“Kami juga minta perusahaan tersebut tidak diperpanjang izinnya sebelum membayarkan denda kekurangan volume DMO disektor ketenagalistrikkan sebesar Rp.7,2 Triliun, meminta pemerintah untuk tidak memperpanjang izin PT. KPC, sekaligus meminta pertanggungjawaban perusahaan tersebut kepada negara atas dugaan pencemaran lingkungan, dugaan pelanggaran HAM dan kegiatan reklamasi penutupan lobang tambang yang tidak dilakukan hingga menelan korban jiwa,” tutupnya
Berikut adalah daftar perusahaan batubara yang belum memenuhi kewajiban DMO sampai Oktober 2021, berdasarkan data PLN :
A. Perusahaan batu bara pemegang izin PKP2B :
Dari total DMO 66,06 juta ton, terealisasi sampai Oktober 2021 sebesar 41,77 juta ton.
- Adaro Indonesia volume DMO 11,1 juta ton, baru dipenuhi 7,54 juta ton.
-
Antang Gunung Meratus volume DMO 2,1 juta ton, baru dipenuhi 1,39 juta ton.
-
Berau Coal volume DMO 5,55 juta ton, baru dipenuhi 2,87 juta ton.
-
Borneo Indobara volume DMO 7,57 juta ton, baru dipenuhi 4,76 juta ton.
5.Indexim Coalindo volume DMO 2,75 juta ton, baru dipenuhi 1,15 juta ton.
- Indominco Mandiri volume DMO 1,8 juta ton, baru dipenuhi 944 ribu ton.
-
Kaltim Prima Coal volume DMO 14,45 juta ton, baru dipenuhi 8,8 juta ton.
-
Multi Harapan Utama volume DMO 2,65 juta ton, baru dipenuhi 2,45 juta ton.
-
Pesona Khatulistiwa Nusantara volume DMO 825 ribu ton, belum ada pemenuhan DMO sama sekali.
-
Singlurus Pratama volume DMO 775 ribu ton, baru dipenuhi 422 ribu ton.
-
Lanna Harita Indonesia volume DMO 675 ribu ton, baru dipenuhi 429 ribu ton.
B. Perusahaan batubara pemegang IUPK OP :
Arutmin Indonesia volume DMO 5,45 juta ton, baru dipenuhi 4,3 juta ton.
C. Perusahaan batu bara IUP PMA:
Multi Prima Coal volume DMO 7,57 juta ton, baru dipenuhi 2 juta ton.
Perusahaan batu bara IUP OP:
Dari total semua perusahaan volume DMO sebesar 52,07 juta ton, baru dipenuhi kurang dari setengahnya 22,9 juta ton
Untuk diketahui Pengetatan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM. B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri yang ditetapkan pada 4 Agustus 2021 lalu, dimana Pemerintah akan memberi sanksi berupa larangan ekspor hingga pengenaan denda bagi pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan DMO.(*rabiah)