HUKUM

Tiga Bulan Tidak Berkantor, Kadis Lingkungan Hidup Muna Kini Jadi Tahanan KPK


Muna, OborSejahtera.com – Beberapa bulan terakhir ini Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Muna, Laode Muhammad Syukur Akbar tidak terlihat di kantor.

Informasi yang dihimpun dari beberapa pegawai DLH Kabupaten Muna menyatakan Kadis LH Kabupaten Muna, Laode M. Syukur Akbar sudah sekitar 3 bulan lebih tidak pernah berkantor.

“Selama 3 bulan terakhir ini kami sudah seperti anak ayam yang kehilangan induk, tak ada yang mengontrol sehingga setiap pekerjaan yang dilakukan dikembalikan kepada masing-masing bidang, bahkan gaji tenaga honorer sudah 2 bulan tidak dikasi,” ujar salah seorang pegawai yang tidak mau disebutkan namanya.

Meski sebelumnya keberadaan Kadis LH Kabupaten Muna sempat menjadi misteri, kini dirinya sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI), usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis (27/01/2022).

Syukur ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menjadi perantara suap dari tersangka Bupati Kolaka Timur (non-aktif) Andi Merya Nur kepada tersangka eks Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto, terkait fee untuk meloloskan pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) akibat Pandemi Covid-19, untuk Kabupaten Kolaka Tahun 2021, pengembangan dari kasus suap proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) Kabupaten Kolaka Timur.

Pasca ditetapkan sebagai tersangka, Laode M. Syukur Akbar ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur untuk 20 hari pertama. Dengan demikian, Laode M. Syukur Akbar bakal mendekam di sel tahanan setidaknya hingga 15 Februari 2022 mendatang.

Atas perbuatan ketiga tersangka, KPK menjerat Syukur bersama rekannya, Ardian dengan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan ancama kurungan minimal 4 tahun hingga maksimal 20 tahun penjara dan denda minimal Rp200 juta, hinggal maksimal Rp1 Miliar.

Sedangkan Merya sebagai pemberi suap dijerat dengan sangkaan pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Mpr)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Close