Dinilai Rugikan Profesi Dokter, Pengurus PDPI Jatim Minta Pembahasan RUU Kesehatan Dihentikan

Jatim, OborSejahtera.com – Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law menjadi topik hangat di dunia kesehatan.
RUU Kesehatan yang kini dibahas oleh Komisi IX DPR RI dan pemerintah pusat itu menuai kontroversi dan protes dari berbagai dokter, terutama oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Anggota Pengurus Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Jatim Bidang Kesejahteraan, dr Syaiful Hidayat mengatakan, saat ini, Kementerian Kesehatan (Menkes) RI bersama Komisi IX DPR RI membahas RUU Kesehatan yang menyangkut beberapa isu krusial.
Di antara isu krusial itu terdapat daftar isian masalah (DIM) yang menjadi keresahan para dokter seluruh Indonesia.
Ia meminta pemerintah dan DPR RI menghentikan pembahasan RUU Kesehatan tersebut karena dinilai banyak merugikan profesi Dokter.
Sebab, dalam RUU Kesehatan tersebut terdapat draft mengenai organisasi profesi IDI yang mau dihilangkan.
“Itu sangat fatal dan bahaya, nanti semuanya akan tersentralistik di departemen kesehatan, semua regulasi mengenai izin nanti jadi wewenang departemen kesehatan,” kata dr Syaiful Hidayat, Sabtu (6/5/2023).
Dokter yang akrab disapa Yayak itu mencurigai ada pasal selundupan karena merebak isu akan adanya dokter asing yang mau masuk dan bekerja di Indonesia.
Apalagi dikhawatirkan, dokter asing itu akan diberi peran untuk memegang tanggung jawab mengenai izin pendirian rumah sakit.
Dokter berkacamata ini mengamati profesi IDI yang akan diamputasi oleh pemerintah setelah pembahasan RUU Kesehatan tersebut lolos.
Padahal selama ini, penilaian dia, IDI banyak berkontribusi dan memberikan rekomendasi serta pembinaan terhadap para Dokter khususnya di bidang kesehatan.
“Kalau peran ini hilang dan diserahkan ke pemerintah, kami khawatir gagal, karena pemerintah tidak punya kemampuan di bidang itu, lalu mau diserahkan kepada siapa? Nanti akan bersifat politis dan serba kekuasaan,” protesnya.
Pendapat Yayak, hak imunitas yang dilindungi undang-undang atau koligium terhadap organisasi profesi Dokter tidak boleh dihapus.
Sebab bila itu dihapus akan sangat fatal dan mengancam terhadap kesemalatan para Dokter
Penuturan dia, setiap organisasi profesi itu mempunyai hak imunitas yang tidak bisa langsung dituntut, tidak bisa dipidana dan tidak bisa diadukan ke Polisi lalu diperiksa.
Sebab, bila terdapat Dokter yang tersandung suatu masalah atau dilaporkan oleh masyarakat kepada Polisi mengenai pelayanan kesehatan, aturannya mereka terlebih dahulu diadili oleh internal organisasi profesinya.
“Selama tidak ada izin dari organisasi profesinya itu tidak boleh dokter dipanggil dan diperiksa Polisi. Kalau aturan yang baru ini, nanti dokter dan rumah sakit bisa langsung dituntut jika ada pengaduan masyarakat mengenai pelayanan kesehatan,” keluhnya.
“Misal ada masyarakat tidak puas dengan pelayanan kesehatan langsung diadukan, Polisi itu bisa langsung manggil dan memeriksa. Ini bahaya,” sambung Yayak.
Dokter spesialis penyakit paru ini menyarankan pemerintah yang tidak perlu khawatir mengenai profesionalisme kerja setiap dokter di seluruh Indonesia.
Sebab sebelum mendapatkan izin profesi kerja, kata dia, para Dokter ini telah dididik untuk memiliki rasa empati lebih terhadap kemanusiaan, apalagi terhadap masyarakat yang sakit.
“Tidak mungkin ada dokter yang berniat mencelakai dan merugikan pasien,” paparnya.
Yayak juga mengecam, jika pemerintah masih meloloskan sejumah pasal-pasal dalam RUU Kesehatan yang ditolak para Dokter di seluruh Indonesia itu artinya pemerintah ini otoriter dan represif.
Hal ini saran dia perlu diwaspadai.
“Pemerintah itu jangan mengambil alih semua, kalau begini justru akan kembali ke arah sistem otoriter bukan demokratis lagi,” tegasnya.
“Sebagai bentuk protes dan penolakan, kami mengirim karangan bunga ke Gedung DPR dan MPR, sebagian dokter di berbagai daerah juga akan berdemo serentak,” urainya.
Yayak juga mencontohkan, saat pandemi Covid-19 melanda seluruh Indonesia, Dokter merupakan garda terdepan sebagai penyelamat masyarakat.
Pengamatan dia, banyak Dokter di seluruh Indonesia bahkan pelosok berjibaku untuk menyelamatkan pasien yang terjangkit virus Corona.
Bahkan banyak pula para Dokter yang akhirnya ikut terjangkit wabah tersrebut dan terdata hampir 1000 lebih Dokter yang meninggal usai menangani pasien yang terjangkit virus Corona tersebut.
“Kita sudah berjibaku dan berjuang mati-matian, masak kita mau ditinggal begini. Peran kita masak mau dihilangkan perlahan – lahan,” keluh dia lagi.
Dokter yang bekerja di RSUD SMART Pamekasan ini mengamati masih dibahasnya RUU Kesehatan tersebut seolah menandakan adanya upaya memecah belah organisasi IDI agar tidak solid. Padahal sebenarnya, IDI merupakan organisasi profesi yang solid.
“Dulu ada PDSI (Persatuan Dokter Seluruh Indonesia), PDSI ini menyampaikan kekecewaan dan menuding IDI tidak profesial dan material dan dinilai terlalu berpiha, tudingan itu muncul saat kasus dr Terawan,” ungkap Yayak.
Pendapat Yayak, PDSI ini merupakan organisasi baru yang seolah-olah ingin memecah belah IDI setelah mantan Menteri Kesehatan RI, dr Terawan Agus Putranto diberhentikan dari keanggotaan IDI karena melakukan beberapa pelanggaran etik berat.
Padahal kata dia, IDI sampai saat ini keanggotaannya sangat solid dan dipastikan tidak ada anggota IDI yang menyimpang, semuanya bergerak satu komando.
“Tidak ada organiasi IDI itu yang pecah dua. Saya menduga ketika PDSI ini tidak bisa memecah IDI, mereka lewat jalur kekuasaan, IDI mau diamputasi melalui RUU Kesehatan itu. Ini harus diwaspadai,” peringatnya.
Keponakan Mahfud MD ini memastikan IDI sebagai organisasi profesi yang kuat dan merupakan satu-satunya organisasi profesi yang mempunyai Undang-Undang (UU).
Penuturan dia, jika mengacu pada sejarah, IDI mulai didirikan pada 24 Oktober 1950 yang tentu telah mencatatkan pengabdian panjang dalam penanganan kesehatan masyarakat.
Apalagi selama ini, IDI berkiprah sebagai profesi dokter yang menangani bidang kesehatan garda terdepan.
“Kalau tidak ada Dokter, pelayanan kesehatan di Indonesia ini akan amburadul dan kacau, kita tidak boleh menafikkan hal itu. Jangan tiba-tiba mau diamputasi begini melalui RUU Kesehatan itu,” peringatnya.
Yayak juga mengingatkan pemerintah dan DPR RI agar jangan sampai menimbulkan gesekan mau pun gejolak antar profesi dokter.
Hal ini untuk mengantisipasi anggapan mengenai pemerintah yang terkesan otoriter.
“IDI itu sudah menyatakan sikap akan terus mengawal RUU Kesehatan ini, bahkan kita akan turun ke jalan kalau misal RUU Kesehatan itu sampai lolos. Kita akan aksi dalam waktu dekat,” kecamnya. (*Husni)
Sumber: TribunJatim.com