Telah Terbit, Buku Ragam Kuliner dari Rumput Laut Sebagai Anti Virus Covid-19
Kendari, OborSejahtera.com – Buku “Ragam Kuliner dari Rumput Laut” telah rampung. Penulisan buku ini merupakan bagian dari luaran hasil penelitian unggulan strategis nasional (PUSNAS) 2018-2020 yang diketuai oleh Prof. La Ode M. Aslan serta beranggotakan Prof. Manat Rahim, Dr. Andi Besse Patadjai dan Wa Iba, PhD.
Kehadiran buku ini sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan asupan gizi sehat untuk kesehatan terkhusus di masa pandemi Covid-19. Buku ini berisi beragam resep sederhana yang dapat digunakan oleh semua kalangan termasuk usaha kecil di bidang kuliner. Kami berharap buku ini dapat mendorong pemanfaatan rumput laut untuk usaha skala rumah tangga atau home industri (UMKM).
“Rumput laut mengandung beragam manfaat untuk kesehatan. Komoditas ini bermanfaat dalam mengatasi antibakteri, gangguan pencernaan, bahkan antivirus pun dapat dicegah melalui rutinitas mengkonsumsi rumput laut. Salah satu jenis rumput laut yang berguna untuk mengatasi antivirus bahkan Covid-19 adalah jenis Kappaphycus alvarezii (Kottonii). Dalam buku ini memuat 25 resep kuliner yang mencakup makanan dan minuman dari bahan rumput laut,” ujar Prof. Aslan melalui rilisnya yang diterima redaksi, Rabu (12/8/2021).
Ditambahkan, hal yang melatar belakangi tim penulis dalam menyusun buku ini adalah, rumput laut merupakan komoditas andalan nasional di pasar global. Saat ini, Indonesia merupakan penghasil rumput laut terbesar di dunia khususnya dari jenis Kapphapycus alvarezii (yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama Eucheuma cottonii/Kottonii).
Produksi rumput laut Indonesia pada tahun 2017 mencapai 10,81 juta ton (Kementerian Kelautan dan Perikanan/KKP (2018). Tingginya Produksi rumput laut ini disebabkan oleh 3 (tiga) faktor. Pertama, pemerintah Indonesia telah memprioritaskan budidaya rumput laut sebagai salah satu komoditas penting untuk meningkatkan mata pencaharian dan penciptaan lapangan kerja secara massif bagi masyarakat pesisir.
Kedua, intensifikasi program budidaya rumput laut sedang dipacu oleh pemerintah Indonesia dengan mendistribusikan dan mengembangkan budidaya rumput laut di semua wilayah pesisir yang cocok di negara ini. Hal ini disebabkan karena produksi rumput laut cenderung mengalami penurunan dalam 3 tahun terakhir. Pada 2015, produksi rumput laut mencapai 11,27 juta ton, tetapi pada 2016 dan 2017, masing masing mencapai 11,05 juta ton dan 10,81 juta ton. Hal ini juga diperkuat dengan data ekspor rumput laut Indonesia yang juga cenderung menurun.
Data ekspor rumput laut tahun 2015 mencapai 196,360,7 ton sedangkan pada tahun 2016 dan 2017 mencapai 16.654,0 dan 173.524,0 ton dan pada tahun 2018 naik menjadi 192.276,4 ton (BPS, 2018). Ketiga, upaya dan kebijakan pengembangan komoditas rumput laut di Indonesia semakin signifikan khususnya di era kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2019 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Industri Rumput Laut Nasional tahun 2018-2021. Perpres tersebut merupakan panduan strategis dalam pengelolaan komoditas ini dari hulu hingga ke hilirnya.
“Sentra rumput laut utama di Indonesia saat ini berlokasi di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara dan Jawa Timur. Program-program yang dilaksanakan di sentra-sentra tersebut mencakup penyediaan bibit berkualitas, peningkatan teknik budidaya, pengembangan zonasi atau area budidaya dan peningkatan teknologi pasca panen dan pengolahan produk olahan rumput laut,” jelas Prof. Aslan.
Jenis rumput laut yang menjadi prioritas saat ini adalah Kappaphycus alvarezii. Rumput laut jenis ini mampu menghasilkan senyawa hidrokoloid yang disebut karagenan. Penggunaan karagenan telah meluas pada produk pangan dan non pangan.
Kurang lebih 80% produksi karagenan digunakan pada industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Pada produk pangan karagenan digunakan untuk gel dalam selai, sirup, saus, makanan bayi, produk susu, daging, ikan, bumbu dan sebagainya. Senyawa ini dapat juga digunakan untuk mengentalkan bahan bukan pangan seperti odol, dan shampoo.
Senyawa hidrokoloid ini juga berfungsi sebagai pembentuk gel (gelling agent), stabilizer, pengemulsi (emulsifier), pensuspensi (suspending agent). Karagenan juga semakin banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan sebagai sumber bahan pangan berserat, sumber pangan untuk menurunkan bobot tubuh, antioksidan, antibakteri, anti kanker dan anti virus. Bahkan sudah ada riset yang menunjukkan besarnya peluang rumput laut jenis K. alvarezii untuk mencegah penularan virus influenza H1N1 yang merupakan virus pandemic global yang berbahaya.
“Permasalahan utama yang dihadapi hingga saat ini adalah implementasi program program pengolahan produk makanan dan minuman dari rumput laut yang belum menggunakan konsep hulu-hilir seutuhnya. Implementasi dari konsep hulu-hilir merupakan pengejewantahan pengembangan produk olahan yang memfokuskan tidak saja pada tahapan bagaimana produk olahan itu dibuat namun juga wajib memperhatikan aspek hulu yaitu dari mana bahan baku rumput laut itu berasal,” terangnya.
Dalam hal ini, implementasi untuk mendapatkan produk olahan makanan dan minuman dari rumput laut mensyaratkan pentingnya ketersediaan lokasi budidaya yang bersih dari pencemaran, bibit yang unggul, sistim budidaya yang standar khususnya masa pemeliharaan rumput laut yang tidak boleh kurang dari 42-45 hari, proses pengeringan yang tetap menjaga kadar air dan kadar garam yang sesuai standar SNI dan lain-lain, hingga proses pembuatan produk dan pemasaran produk.
Oleh karena itu, kehadiran buku ini menurut Prof. Aslan sangat membantu para pengusaha UMKM yang berminat berbisnis kuliner makanan dan minuman berbahan dasar rumput laut. Ada 25 menu kuliner yang tersaji dalam buku ini antara lain spaghetti, sup, burger tuna, nugget ikan tuna, mango cheese, mie pedas yang semuanya berbahan dasar rumput laut
“Atas terbitnya buku ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas riset grant yang diberikan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik. Juga terima kasih atas dukungan Rektor Universitas Halu Oleo, pimpinan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo dan semua pihak yang turut berkontribusi dalam penulisan ini,” tutup Prof. Aslan.(ema)