LPMT Sultra Ajak Masyarakat Suku Tolaki Miliki Benda KALO SARA
Kendari, OborSejahtera.com – Lembaga Lingkar Pemuda Masyarakat Tolaki (LPMT) Sulawesi Tenggara (Sultra) bersama para pemerhati adat budaya lainnya memamerkan salah satu benda sakral “KALO SARA” ke publik, Sabtu (22/10/2021).
Upaya tersebut dimulai dari lingkup organisasi, dimana semua anggota atau penggurus LPMT SULTRA diharuskan memiliki benda Kalo Sara.
Kepada awak media, Ketua umum LPMT SULTRA, Nurlan Pagala mengatakan dirinya mengajak seluruh masyarakat suku tolaki untuk memiliki benda Kalo Sara.
“Salah satu upaya kami dalam melestarikan dan menjaga adat budaya suku tolaki adalah dengan mengajak seluruh masyarakat suku Tolaki untuk memiliki benda Kalo Sara sebagai benda yang dianggap sakral, karena melihat faktanya sekarang ini dimasyarakat suku Tolaki hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki benda sakral tersebut seperti Pabitara, Puutobu dan tokoh adat lainnya,” ucap Nurlan.
Dia menambahkan bahwa sebagai wakil LPMT Sultra, ia mengajak seluruh masyarakat suku Tolaki untuk memulai dari hal-hal kecil dalam pelestarian adat budaya suku Tolaki.
“Saya mewakili LPMT Sultra mengajak seluruh masyarakat suku Tolaki untuk memulai dari hal-hal kecil khususnya dalam hal adat dan budaya suku Tolaki, seperti memiliki benda Kalo Sara dan lainnya,” ungkapnya.
Kalo adalah benda berbentuk lingkaran sebagai simbol yang mengekspresikan konsepsi orang Tolaki mengenai alam semesta dan isinya (Tarimana, 1985; Kalo Sebagai Fokus Kebudayaan Tolaki).
Kalo Sara diyakini sebagai peninggalan seorang raja yang bernama Wekoila, yang kemudian dihormati sebagai simbol Kerajaan Konawe secara turun-temurun dan dijadikan sebagai simbol penerapan hukum adat.
Kalo Sara adalah lambang pemersatu dan perdamaian yang sangat sakral di lingkungan masyarakat suku Tolaki. Secara fisik Kalo Sara adalah benda berbentuk lingkaran terbuat dari tiga utas rotan yang dililit kearah kiri berlawanan dengan arah jarum jam. Ujung lilitannya kemudian disimpul, dimana dua ujung rotan tersembunyi dalam simpulnya sedangkan ujung rotan yang satu dibiarkan mencuat keluar.
Kalo Sara biasa diletakkan diatas selembar anyaman kain berbentuk bujursangkar dan digelar dalam menyelesaikan suatu pertikaian atau perselisihan dalam masyarakat suku Tolaki.
Kalo Sara juga memiliki makna jika dalam menjalankan adat terdapat kekurangan maka kekurangan itu tidak boleh dibeberkan kepada orang banyak, sehingga pada orang Tolaki terdapat kata-kata bijak “Kenota kaduki osara mokonggadu’i, toono meohai mokonggoa’i, pamarenda mokombono’i, yang artinya bila dalam menjalankan adat terdapat kekurangan, maka adat, para kerabat dan pemerintahlah yang mencukupkan.”